Sabtu, 24 April 2010

MOTIVASI

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. DEFINISI MOTIVASI

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) penggerak seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah memperoleh kekuatan untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan dalam kehidupan..

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.

Motivasi dapat berasal dari dalam (Intrinsik) dan dari luar diri seseorang (Eksrinsik). Dalam bidang pendidikan, seorang guru perlu mengetahui apakah anak didiknya cenderung memiliki motivasi yang timbul dari dalam ataupun dari luar diri mereka. Hal ini sangat diperlukan supaya guru dapat bertindak dengan sewajarnya dalam memberikan rangsangan kepada anak didiknya untuk selalu berusaha mengembangkan motivasi yang dimilikinya.

Motivasi yang berasal dari dalam diri yaitu yang didorong oleh faktor kepuasan dan ingin tahu .Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.yang kemudian disebut juga dengan motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi yang berasal dari luar yaitu perangsang ataupun stimulus dari luar (sebagai contohnya ialah nilai, hadiah serta bentuk-bentuk penghargaan lainnya) adalah ‘motivasi ekstrinsik’. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.

Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari rangsangan di dalam diri setiap individu. Ia terdiri daripada dorongan dan minat individu untuk me-lakukan suatu aktivitas tanpa mengharap ataupun meminta ganjaran. Sebagaimana yang sudah dibicarakan, Bruner (1966) mengaitkan motivasi intrinsik ini dengan naluri ingin tahu dan dorongan mencapai kemudahan belajar bagi murid yang baru masuk sekolah. Bagaimanapun, bukan semua motivasi intrinsik diwujudkan secara nyata, akan tetapi ada juga motivasi intrinsik yang dibentuk melalui pembelajaran dan pengalaman yang membawa kepuasan. Contohnya, kebisaaan membaca buku cerita dan bermain alat musik merupakan gerakan motivasi intrinsik yang dibentuk berdasarkan pembelajaran dan pengalamannya.

Harter (1981) mengenal pasti lima dimensi kecenderungan motivasi intrinsik dalam bidang pembelajaran. Dimensi-dimensi ini adalah insentif bekerja untuk memuaskan minat dan sifat ingin tahu, percobaan untuk mencapai penguasaan yang bebas, penilaian yang bebas berkenaan dengan apa yang hendak dilakukan di dalam kelas dan semangat untuk dapat meraih keberhasilan. Pelajar yang lebih cenderung ke arah motivasi intrinsik menyukai pekerjaan yang menantang. Mereka mempunyai insentif yang lebih untuk belajar memanfaatkan kepuasan diri sendiri daripada mengambil hati guru untuk mendapatkan nilai yang baik. Mereka lebih suka mencoba mengatasi masalah dengan sendirinya daripada bergantung pada bantuan ataupun bimbingan guru. Mereka juga menerapkan suatu sistem penguasaan target dan taraf pencapaian yang memperbolehkan mereka membuat penilaian yang bebas berkenaan dengan keberhasilan ataupun kegagalan mereka di dalam kelas tanpa bergantung pada guru untuk mendapatkan hasil ataupun penilaian.

Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik diwujudkan dalam bentuk rangsangan dari luar yang bertujuan menggerakkan individu untuk melakukan suatu aktivitas yang membawa manfaat kepada individu itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini dapat dirangsang dalam bentuk-bentuk seperti pujian, insentif, hadiah, dan nilai. Selain itu membentuk suasana dan lingkungan yang kondusif juga dapat dikategorikan kedalam bentuk motivasi ekstrinsik, karena hal tersebut dapat mendorong seorang pelajar untuk lebih giat belajar.

Contoh motivasi ekstrinsik yaitu, pujian yang diberikan oleh guru kepada seorang anak didiknya karena pekerjaannya yang baik akan menyebabkan daya usaha atau motivasi anak didiknya tersebut meningkat. Dalam hal ini berlakulah apa yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya (konsekwensi positif) dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan (konsekwensi negatif).

Konsekwensi positif ialah stimulus atau peristiwa yang menyebabkan kemajuan dalam pembelajaran ataupun perubahan kelakuan kearah yang positif. Konsekwensi ini lazimnya menggembirakan dan dapat disebut sebagai ganjaran. Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru ketik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru ketik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru ketik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.

Konsekwensi yang tidak menyebabkan kemajuan dalam pembelajaran adalah konsekwensi negatif. Konsekwensi negatif adalah stimulus atau peristiwa yang diberikan setelah suatu respons berlaku, sehingga dimungkinkan akan mengakibatkan peningkatan respons itu. Sebagai contohnya adalah guru yang memberikan konsekwensi mengelakkan sesuatu yang menghalang pelajar daripada memberikan perhatian dalam kelas supaya pelajar itu dapat menumpukan perhatian pada konsekwensi utama.

Antara jenis konsekwensi, terdapat konsekwensi utama dan konsekwensi sekunder. Konsekwensi utama terdiri dari benda ataupun peristiwa yang memberi kesan langsung kepada kelakuan seseorang dan tidak bergantung pada pembelajaran suatu konsekwensi. Contohnya, gula-gula dan mainan. Anak-anak yang diberi gula-gula apabila dia berkelakuan baik akan terus berkelakuan baik karena mereka tahu mereka akan mendapat ganjaran itu.

Konsekwensi utama ini diberikan kepada pelajar karena mereka belum tahu cara bertindak apabila mendapat konsekwensi sekunder. Konsekwensi sekunder ialah stimulus atau peristiwa yang memperkuat suatu respons melalui pembelajaran. Konsekwensi ini bersifat linguistik ataupun sosial. Contohnya pujian guru, perhatian guru, marah, senyuman dari guru ataupun apapun yang mengisyaratkan perasaan seorang guru. Konsekwensi ini menjadi konsekwensi sekunder setelah berlakunya pembelajaran beberapa lama. Menurut Walberg (1986), kedua jenis konsekwensi ini penting bagi peningkatan kualitas dan kuantitas pembelajaran anak didik (pelajar).

Di dalam kelas, guru perlu mengetahui jenis konsekwensi yang hendak diberikan dan seberapa sering guru perlu memberikan konsekwensi tersebut kepada muridnya. Ada konsekwensi yang dapat diberikan dengan sering, contohnya pujian, dukungan ataupun bujukan. Menurut Kazdin(1984), konsekwensi lebih berkesan apabila diberikan sesering mungkin pada peringkat pembelajaran baru. Oleh karena itu, pada saat pelajar berada dalam tahap awal untuk mempelajari sesuatu (kewajiban baru), mereka sebaiknya diberi pujian dan dukungan sesering mungkin.

Hukuman adalah suatu bentuk konsekwensi negatif dan ia sebaiknya tidak diberikan. Hukuman lazimnya digunakan oleh guru untuk menghapuskan kelakuan pelajar yang tidak baik. Hukuman ini mungkin berupa pekerjaan tambahan, skorsing, hukuman fisik dan berbagai jenis hukuman lainnya. Guru juga dapat menggunakan sindiran, kemarahan dan kritikan untuk menghukum kelakuan pelajar. Hampir semua jenis hukuman memberikan kesan buruk kepada pelajar. Oleh karena itu, konsekwensi jenis ini lebih baik tidak dilakukan. Hukuman boleh diberikan apabila jenis hukuman itu dibenarkan oleh pihak sekolah ataupun sesuai dengan ajaran yang diberlakukan.

Konsep Motivasi Internal dan Eksternal

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .

Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

B. APLIKASI MOTIVASI PADA SISWA

Teori motivasi menurut Abraham H. Maslow

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai tujuh enam atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan social (social needs) yaitu kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain. Di dalam kebutuhan sosial ini terdapat kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status, seseorang harus berprestasi, menjadi kompeten, serta mendapat pengakuan sebagai orang yang berprestasi dan kompeten untuk dapat dihargai; (5) kebutuhan intelektual (intellectual needs) terdapat didalamnya adalah individu memperoleh pemahaman dan pengetahuan; (6) kebutuhan estetis (aesthetic needs), setelah mencapai tingkatan intelektual tertentu, maka individu akan memikirkan tentang kebutuhan akan keindahan, kerapian, serta keseimbangan; (7) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata agar dapat menemukan pemenuhan pribadi dan mencapai potensi diri.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;

b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.

c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif..

Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:

1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.

2. Menikmati pengalaman baru.

3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.

4. Memiliki standar moral yang jelas.

5. Memiliki selera humor.

6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.

7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.

8. Bersikap demokratis dalam menerima orang lain.

9. Membutuhkan privasi.

10. Bebas dari budaya dan lingkungan.

11. Kreatif.

12. Spontan.

13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.

14. Mengakui sifat dasar manusia.

15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.

Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan cirri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas cirri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.

Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hierarki.

Aplikasi Teori Motivasi Maslow

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.

Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.

Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

2. Hadiah

Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

3. Saingan/kompetisi

Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

4. Pujian

Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

5. Hukuman

Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar

Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik

8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok

9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan

10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-didiknya. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.

2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat: jelas, jujur dan positif.

3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.

4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.

5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.

6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.

7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa


Kelebihan Teori Belajar Humanistik

1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.

2. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

3. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

Kekurangan Teori Belajar Humanistik

1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.

2. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.

Source Pasang Kotak Komentar Facebook di blogger | Part 3 http://www.kumpulancara.com/2010/08/pasang-kotak-komentar-facebook-di.html#ixzz1B08ZnFqp kumpulancra source www.kumpulancara.com

Kamis, 22 April 2010

FASE KETERAMPILAN MOTORIK TINGKAT PERTAMA

Fase belajar motorik adalah suatu fase yang manggambarkan keadaan penguasaan keterampilan motorik seseorang dalam melaksanakan gerakan-gerakan olahraga.

Kemampuan seseorang untuk dapat menguasai keterampilan-keterampilan motorik olah raga berbeda-beda,yang disebabkan oleh antara lain :

  • Perbedaan kemampuan kondisi dan koordinasi yang dimiliki
  • Perbedaan usia
  • Perbedaan pengalaman gerakan
  • Perbedaan jenis kelamin
  • Perbedaan kognitif,
  • Frekwensi latihan dan sebagainya

Pembagian fase-fase belajar motorik bukan berdasarkan pada tingkat usia,melainkan pada tingkat kemampuan seseorang dalam penguasaan keterampilan-keterampilan motorik olahraga dalam melaksanakan gerakan-gerakan.

Ciri-ciri umum kemampuan fase belajar motorik tingkat pertama

Ciri-ciri umum fase belajar motorik tingkat pertama adalah penguasaan kemampuan motorik dalam bentuk kasar,seseorang yang berada pada fase ini hanya mampu melaksanakan gerakan-gerakan yang dituntut bila situasi dan kondisi mendukung.

belajar motorik ada lima indera penerima informasi antara lain :

1. Mata ( Visueller Analisator )

2. Kulit ( Taktiler Analisator )

3. Otot-otot ( Kinesthetischer Analisator )

4. Telinga ( Akusticher Analisator )

5. Alat keseimbangan yang terletak pada bagian dalam telinga ( Statico dynamisator )

Ciri-ciri fase belajar motorik tingkat kedua dan implikasinya kedalam proses pembelajaran

Fase belajar tingkat kedua menuntut aktifitas belajar yang tinggi,untuk dapat melaksanakannya dibutuhkan persiapan-persiapan yang tinggi dari peserta didik.kesiapan yang dimaksud antaralain:

  • Kesiapan dalam melakukan pengulangan-pengulangan latihan
  • Kesiapan dalam menerima beban kerja fisik
  • Kesiapan untuk berkonsentrasi penuh
  • Serta kesiapan untuk turut aktif dalam proses berfikir

.Jadi tugas utama dari guru pendidikan jasmani dalam hal ini adalah melakukan analisis kesalahan-kasalahan gerakan yang terjadi pada setiap fase gerakan.sehingga peserta didik akan selalu melakukan pengendalian dan pengaturan kembali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama gerakan itu berlansung.

FASE BELAJAR KETERAMPILAN MOTORIK OLAHRAGA TINGKAT KE DUA

Dalam Ciri-ciri umum fase belajar motorik tingkat kedua ini adalah peningkatan penguasaan kemampuan koordinasi secara halus, yaitu kualitas gerakan yang dilakukan sudah meningkat.

Perkembangan proses belajar pada fase ini datandai oleh beberapa kemajuan dan diwarnai oleh beberapa permasalahan.kemajuan-kemajuan yang diproleh antara lain dapat dilihat dari semakin meningkatnya kualitas gerakan.

Ciri-ciri khusus fase belajar motorik tingkat kedua

Struktur dasar gerakan

Irama gerakan

Hubungan gerakan

Luas gerakan

Kelancaran gerakan

Kecepatan gerakan

Ketepatan dan kekonstanan gerakan

Bayangan dan program gerakan

Ciri-ciri kemampuan penerimaan dan pengolahan informasi fase belajar tingkat kedua

belajar motorik ada lima indera penerima informasi antara lain :

6. Mata ( Visueller Analisator )

7. Kulit ( Taktiler Analisator )

8. Otot-otot ( Kinesthetischer Analisator )

9. Telinga ( Akusticher Analisator )

10. Alat keseimbangan yang terletak pada bagian dalam telinga ( Statico dynamisator )

Kelima indera penerima informasi tersebut dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu :

  1. Alat penerima informasi dari luar

Yaitu informasi yang datang dari luar atau dari lingkungan sipelaku gerakan itu sendiri. Diantaranya : mata, telinga dan kulit.

  1. Alat penerima informasi dari bagian dalam

Yaitu informasi yang berasal dari dalam diri sipelaku gerakan itu sendiri tentang jalannya gerakan baik yang sedang berlangsung. Diantaranya : otot-otot dan staticodynamisator.

Ciri-ciri fase belajar motorik tingkat kedua dan implikasinya kedalam proses pembelajaran

Fase belajar tingkat kedua menuntut aktifitas belajar yang tinggi,untuk dapat melaksanakannya dibutuhkan persiapan-persiapan yang tinggi dari peserta didik.kesiapan yang dimaksud antaralain:

  • Kesiapan dalam melakukan pengulangan-pengulangan latihan
  • Kesiapan dalam menerima beban kerja fisik
  • Kesiapan untuk berkonsentrasi penuh
  • Serta kesiapan untuk turut aktif dalam proses berfikir

.Jadi tugas utama dari guru pendidikan jasmani dalam hal ini adalah melakukan analisis kesalahan-kasalahan gerakan yang terjadi pada setiap fase gerakan.sehingga peserta didik akan selalu melakukan pengendalian dan pengaturan kembali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama gerakan itu berlansung.

FASE BELAJAR KETERAMPILAN MOTORIK OLAHRAGA TINGKAT KETIGA

Ciri-ciri umum fase belajar motorik tingkat ketiga

Ciri-ciri umum fase belajar tingkat ketiga dapat digambarkan sebagai berikut:

Kemampuan prestasi seseorang yang berada pada fase belajar tingkat ketiga lebih stabil,dan kestabilan prestasi tersebut dapat dilakukan dengan konstan,walaupun dibawah situasi dan kondisi tempat palaksanaan gerakan yang dipersulit.


Peningkatan yang terjadi dalam berbagai aspek antaralain :

 Perbaikan dalam mengantisipasi suatu situasi dan kondisi

 Perbaikan peran analisator kinentetik,sehingga dapat mengendalikan dan mengatur impuls-impuls tenaga pasa otot-otot yang bekerja sesuai dengan kebutuhan

 Perbaikan peran dan fungsi nindra penerima informasi

 Perbaikan-perbaikan dalam pengolahaninformasi yang diterima.

Ciri umum berikutnya pada fase belajar tingkat ketiga kestabilan prestasi atau unjuk kerja,individu yang berada pada fase ini mampu melakukan gerakan-gerakan yang sama secara berulang-ulang,sedangkan kualitas gerakan yang ditampilkan pada setiap kali pengulangan cukup konstan.

Ciri-ciri khusus fase belajar motorik tingkat ketiga

Terbentuknya kemampuan automatisasi

Bayangan dan konstruksi bayangan gerakan

Irama gerakan

Pada fase belajar tingkat ketiga ini pelaksanan gerakan terlihat semakin mulus dan lancar,sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan cukup efesien dan efektif baik dalam hal pemakaian ruangan,maupun waktu dan tenaga.

Kecepatan gerakan

Keistimewaan khusus yang dimiliki pada fese belajar tingkat ketiga adalah kemampuannya untuk memanipulasi bentuk-bentuk gerakan.kemampuan untuk melakukan gerak tipu yang tepat hanya dapat dilakukan oleh individu yang memiliki kemampuan antisipasi situasi dan kondisi yang akurat.

Ciri-ciri kemampuan penerimaan dan pengolahan informasi fase belajar tingkat ketiga

Ciri-ciri khusus kemampuan penerimaan dan pengolahan informasi individu yang berada pada fase belajar tingkat ketiga adalah semakin meningkatnya peran dan fungsi analisator informasi kinestetik(otot).

Ciri-ciri lain dari kemampuan penerimaan dan pengolahan informasi fase belajar tingkat ketiga ditandai dengan semakin meningkatnya peran dan fungsi serta kepekaan alat-alat analisator yang lain seperti: mata, kulit, telinga (staticodynamisator), maka individu yang berada fase ini dapat menerima umpan balik secara lebih banyak dan rinci tentang jalannya suatu gerakan baik yang sedang berlansung,maupun yang baru selesai dilaksanakan.

Ciri-ciri fase belajar motorik tingkat ketiga dan implikasinya kedalam proses pembelajaran

Fase belajar tingkat ketiga merupakan suatu fase untuk menstabilkan kemampuan koordinasi halus yang telah dikuasai.

Bentuk latihan lain yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran untuk peserta didik yang berada pada fase ini adalah latihan dalam bentuk mental-traning.

Latihan-latihan mental akan dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan:

 Kemampuan mengantisipasi perubahan situasi yang akan terjadi dan efek dari perubahan tersebut

 Kemampuan ketetapan gerakan

 Kemampuan melaksanakan gerakan secara ekonomis,baik dari segi waktu,tenaga,maupun

ruangan yang dipakai

 Kemampuam ketetapan pengambilan keputusan

KOORDINASI GERAK

koordinasi gerak dilihat sebagai pengatur terhadap proses-proses motorik terutama terhadap kerja otot-otot yang diatur melalui sistem persyarafan atau disebut dangan intra muskulare koordination.

Koordinasi gerak meliputi pengkoordinasian kerja otot-otot yang terlibat dalam suatu pelaksanaan gerakan.pengkoordinasian tersebut diatur sedemikian rupa oleh sistem persyarafan.

Yang diatur disini adalah :penyesuaian komponen-komponen kekuatan dan kecepatan yang dibutuhkan oleh otot dalam pelaksanaan gerak sesuai dangan kebutuhan setiap bagian gerak.

Struktur dasar gerakan

Kata struktur diartikan secara sederhana sebagai suatu susunan tertentu maka struktur garak dapat diartikan sebagai strukur gerakan.atau dapat diterjemahkan sebagai susunan dasar dari suatu gerakan atau susunan yang selalu ada dalam pelaksanaan suatu gerakan.


Irama gerakan

Iram gerak adalah ciri-ciri yang menggambarkan ketepatan antara pelaksanaan bagian-bagian gerak dengan dimensi ruang dan waktu yang digunakan atau yang diperlukan pada setiap gerakan.

Untuk mendapatkan kemampuan irama gerakan yang baik,pada dasarnya harus dalakukan latihan-latihan secara berulang-ulang terhadap bentuk-bentuk gerakan yang sama

Hubungan gerakan

Hubungan gerakan adalah:suatui proses transfer impuls tenaga dari suatu bagian tubuh yang lain atau proses transfer impuls dari suatu alat gerak ke alat gerak lain.sehingga terjadi hubungan gerakan.

Indikator yang dapat diamati dari hubungan gerakan yang tidak sempurna adalah :

  • Terjadinya kelebihan gerakan yang tidak diperlukan yang mengakibatkan terganggunya transfer impuls tenaga untuk gerakan
  • Kelebihan gerakan tersebut diakibatkan olehimpuls tenaga yang diberikan terlalu besar dari yang dibutuhkan.
  • Luas gerakan

Luas gerakan adalah : luasnya ruangan atau lintasan yang terpakai dalam pelaksanaan suatu gerakan.

Indikator-indikator yang dapat diamati untuk mengetahui kesalahan luas gerakan antara lain :

  • Pemakaian luas gerakan untuk pelaksanaan suatu gerakan tidak stabil
  • Frekwensi gerakan yang terlalu rendah dapat disebabkan karena ruangan yang terpakai untuk pelaksanaan suatu gerakan terlalu luas,sehinggawaktu yang dibutuhkan juga berlebih dari yang semestinya
  • Frekwensi gerakan yang terlalu tinggi misalnya dalam berlari atau berenang dapat disebabkan oleh ruangan yang terpakai terlalu sempit
  • Irama gerakan tidak konstan

Kelancaran gerakan

Penyebab kesalahan gerakan atau tidak lancarnya gerakan adalah : kemampuan kondisi (kekuatan,kecepatan,dan daya tahan)dan kemampuan koordinasi yang masih kurang,serta ketidak lengkapan,ketidak mengertian individu terhadap informasi tentang gerakan yang harus dalaksanakan.

Kelancaran gerakan atau aliran gerakan adalah suatu ciri-ciri yang menggambarkan kontinuitas dari jalannya suatu gerakan.

Untuk dapat melihat kelancaran gerakan,indikator yang dapat diamati adalah :

 Kontinuitas jalannya gerakan

 Kecepatan atau percepatan gerakan (terlalu cepat atau terlalu lambat)

Kecepatan gerakan

Dalam pelaksanan suatu gerakan,kecepatan merupakan salahsatu ciri-ciri koordinasi gerakan yang perlumendapatkan perhatian,hal ini disebabkan karena kecepatan sangat menentukan hasil yang ingin dicapai.

Untuk dapat memanfaatkan kecepatan gerakan secara optimal memang sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti : kemampuan mengantisipasi gerakan,kelancaran gerakan dan hubungan gerakan.

Ketepatan dan kekonstanan gerakan

Ketepatan dan kekonstanan gerakan sangat menentukan sekali terhadap hasil yang ingin dicapai dalam pelaksanaan gerakan.

Ketepatan gerakan dalam artian proses adalah : ketepatan jalannya suatu rangkaian gerakan baik dilihat dari struktur dalam gerakan maupun dilihat dari sistematika gerakan.

Sedangkan ketetapan produk adalah : suatu hasil yang diperoleh dari aktivfitas atau gerakn.

Menurut MEINEL (1977,HAL 180) mengartikan ketepatan gerakan sebagai ketepatan atau kesatuan antara perencanaan gerakan dengan hasil yang diperoleh. Pengertiannya adalah bahwa setiap pelaksanaan gerakan selalu didahului oleh suatu gerakan yang direncanakan pada pusat susunan syaraf.

Dalam proses belajar gerak ada tiga tahapan belajar yang harus dilalui oleh siswa untuk dapat mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak ini harus dilakukan secara berurutan, karena tahap belajar prasyarat tahap belajar ke tiga. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan oleh guru pada saat mengajar pendidikan jasmani, maka guru tidak boleh mengharap banyak dari apa yang selama ini mereka lakukan, khususnya untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani yang ideal.Tahapan belajar gerak yang dimaksud adalah: 1) tahap kognitif, 2) tahap asosiatif/fiksasi, 3) tahap otomatis. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Kognitif

Pada tahap ini guru setiap akan memulai mengajarkan suatu keterampilan gerak, pertama kali yang harus dilakukan adalah memberikan informasi untuk menanamkan konsep-konsep tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dengan benar dan baik. Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan bagaiman cara melakukan aktifitas gerak yang akan dipelajari, diharapkan di dalam benak siswa telah terbentuk motor-plan, yaitu keterampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan keterampilan gerak. Apabila tahap kognitif ini tidak mendapakan perhatian oleh guru dalam proses belajar gerak, maka sulit bagi guru untuk menghasilkan anak yang terampil mempraktekkan aktivitas gerak yang menjadi prasyarat tahap belajar berikutnya.

2. Tahap Asosiatif/Fiksasi

Pada tahap ini siswa mulai mempraktekkan gerak sesuai dengan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dan pahami sebelumnya. Tahap ini juga sering disebut sebagai tahap latihan. Pada tahap latihan ini siswa diharapkan mampu mempraktekkan apa yang hendak dikuasai dengan cara mengulang-ulang sesuai dengan karakteristik gerak yang dipelajari. Apakah gerak yang dipelajari itu gerak yang melibatkan otot kasar atau otot halus atau gerak terbuka atau gerak tertutup? Apabila siswa telah melakukan latihan keterampilan dengan benar dan baik, dan dilakukan secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir tahap ini siswa diharap kan telah memiliki keterampilan yang memadai.

3. Tahap Otomatis

Pada tahap ini siswa telah dapat melakukan aktivitas secara terampil, karena siswa telah memasuki tahap gerakan otomatis, artinya, siswa dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap apa yang ditugaskan oleh guru untuk dilakukan.Tanda-tanda keterampilan gerak telah memasuki tahapan otomatis adalah bila seorang siswa dapat mengerjakan tugas gerak tanpa berpikir lagi terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan dengan hasil yang baik dan benar.

Skema Sederhana Proses Terjadinya Gerakan

Alat-alat penerima informasi (Analisator)

a. Optik (indra penglihatan)

b. Akustik (indra pendengaran)

c. Taktil (kulit)

d. Kinestetik (otot)

e. Vestibular (labirin dalam telinga/alat keseimbangan)

Fungsi alat penerimaan rangsangan

a. Optik Untuk melihat datangnya rangsangan/stimulus dalam berbagai bentuk dan kecepatan.

b. Akustik Untuk menerima datangnya rangsangan dalam berbagai bunyi-bunyi.

c. Taktil Untuk memerima rangsangan yang menyentuh kulit.

d. Kinestik Sering dirasakan peranannya sewaktu menetapkan berapa besar tenaga uang harus digunakan agar lemparan kita dapat mengenai sasaran yang telah ditetapkan.

Struktur dasar gerakan adalah fase-fase gerak yang selalu ada dalam setiap pelaksanaan geran.Dalam struktur gerak ada fase awal, fase utama dan fase akhur. Fase awal disebut juga fase persiapan, yaitu persiapan terhadap segala persyaratan yang dibutuhkan untuk pemecahan tugas gerakan utama. Fase utama adalah pencapaian tujuan gerakan. Pada dasarnya fase utama merupan realisasi dari semua fase awal atau fase persiapan. Fase akhir adalah fase dimana dilakukan pengembalian seluruh keseimbangan tubuh setelah pelaksanaan gerakan dalam fase utama. Pengertian struktur dasar gerak daat diartikan sebagai susunan gerakan. Dengan demikian pengertian struktur gerak dapat diterjemahkan sebagai susunan dasar dari suatu gerakan. Sussunan dasar dalam hal in adalah susunan yang selalu ada dalam pelaksanaan suatu gerakan. Susunan gerak yang dimaksud berhubungan dengan fase-fase gerak, yaitu fase awal, utama dan fase akhir

- Fase Awal disebut juga dengan fase persiapan, yaitu:

Persiapan terhadap segala persayratan yang dibutuhkan untuk pemecahan tugas gerakan pada fase utama

Persiapan tersebut meliputi pengoptimalisasian dan pengkoordinasian kekuatan kecepatan dan percepatan.

- Fase utama adalah fase dimana pelaksanaan pencapaian tujuan gerakan yang sebenarnya. Misalnya dalam lompat jauh “melompat” (dari menolak pada balok tumpuan sampai mendarat) adalah fase utama. Pada hakikatnya fase utama merupaan realisasi dari seluruh persiapan-persiapan yang telah dilaksanakan pada fase awal.

- Fase Akhir adalah fase dimana dilakukannya pengembalian seluruh keseimbangan tubuh setelah pelaksanaan fase utama.

Maksudnya adalah tubuh akan berada pada keadaan tidak stabil setelah pelaksanaan fase utama. Keadaan yang tidak stabil tersebut diakibatkan anatar lain oleh kelebihan tenaga atau kecepatan dan kekuatan yang terpakai setelah pelaksanaan fase utama.

Source Pasang Kotak Komentar Facebook di blogger | Part 3 http://www.kumpulancara.com/2010/08/pasang-kotak-komentar-facebook-di.html#ixzz1B08ZnFqp kumpulancra source www.kumpulancara.com